IKLAN

www.jaringanpenulis.com

CINTA PAKET KOMPLIT, KATANYA [CERPEN] karya Umi Khuzzaimah

CINTA PAKET KOMPLIT, KATANYA

Karya : Umi Khuzzaimah


sumber gambar : liputan6.com

Yogyakarta sedang berangkat menuju senja tatkala matamu menjadi lebih merah dari langit di atas sana. Mataku terus tertuju pada matamu yang menatap kosong ke arah roda motor di pinggir trotoar. Kamu sengaja bungkam. Namun, sebentar lagi kamu akan mulai berkisah.

Kamu melepas jaket jeans yang membalut tubuhmu membuatku turut melepas hoodie merah muda yang menutupi seragam OSIS ku. Dua gelas es degan yang tadi kamu pesan. Kini telah diantarkan. 

Jalanan macet, bibirmu juga seret. Kamu bahkan tak berkomentar sedikitpun saat es degan gula putih favoritmu tiba.

“Kamu tidak tahu betapa berkesannya hari ini?” tanyamu memecah hening ditengah bising.

Bibirmu tersenyum. Hatiku berdentum.

“Ada hal menyenangkan yang perlu dirayakan?” tanyaku berusaha santai.

“Hari ini aku menjadi manusia.”

“Memangnya… kemarin kamu apa?” 

Tawamu pecah. Kamu tertawa puas sekali, lalu berhenti sejenak sembari mengatur napas.

“Aku bebas!”

“Dari?”

“Aku selesai!” tegasmu.

Mataku menyipit. Menunggu penjelasan.

“Selesai! Semua sudah selesai. Yang tidak tepat sudah kulepas. Dari awal seharusnya memang tidak kumulai.”

Kamu menyesap es degan di gelasmu. Aku membenarkan posisi dudukku, semata-mata agar rok OSIS ini tidak tersingkap. Jalanan petang ini cukup padat. Orang-orang bergantian singgah untuk membeli es degan yang sama dengan kami. Beberapa memilih duduk sembari memandangi alun-alun kota yang mulai ramai. Beberapa lagi menunggu pesanan sembari duduk di atas motor agar tidak terkena biaya parkir.

“Kenapa?” tanyaku berniat memberikan respon atas semua ucapanmu. 

Aku memandangimu dengan sabar sambil mengaduk gelas es deganku yang sebenarnya  sudah sangat homogen. Netramu memandang kosong ke semburat merah di angkasa seperti sedang kembali mengenang, dan mengumpulkan serpihan kisah. Tentu saja, kisah dengan gadismu.

Selanjutnya, di otakmu akan terputar rentetan film tentang gadis pujaanmu. Bibirmu menyuarakan apapun tentangnya dan gadismu seolah telah terlukis paten di sana; di dwi netramu, padahal yang hadir disampingmu itu aku. Yang berbicara denganmu adalah aku. Yang mendengar celotehmu juga aku. Namun, dia seolah menguasaimu. Sosoknnya seperti telah melebur dalam dirimu. Yang menetap aku tetapi kamu tatap dia dan kamu tidak  pernah sadar akan hal itu.

Kamu menceritakan sebuah novel berjudul “Sebuah Kisah Tanpa Aku.” Novel yang mengisahkan dirimu dan dirinya tanpa ada aku didalamnya. Kamu memberitahuku bagaimana semesta menuntun kalian agar bertemu pada satu titik hingga terlintas bagaimana caranya ombak menyeret kalian?! Menenggelamkanmu ke palung laut dan menyelamatkan dia ke tepi pantai. Akhir cerita itu kamu tutup dengan turunnya rintik hujan dari kedua mata beningmu. Yang mati-matian kamu cegah agar tidak jatuh agar tidak terlihat olehku dan juga agar harga dirimu sebagai lelaki tidak tercoret.

Sore itu, untuk pertama kalinya jantungku serasa dipukul, darahku serasa habis diambil. Tubuh ini melemas, tulangku seperti remuk diremas. Rasanya, lebih-lebih mengerikan dari sebuah kehilangan yang pernah kamu berikan. Melihat kamu menangis hanya karena perkara hati.

“Lalu, selanjutnya bagaimana?” tanyaku saat kisah dalam novel itu usai.

“Ya mau bagaimana lagi?” celetukmu pasrah.

“Mau melupakannya?” 

Kamu mengangguk mantap.

“Berani jatuh harus berani luka kan?”

“Mungkin karena kamu jatuh pada orang yang tidak tepat,” tuturku.

Andai saja jatuhmu itu kepadaku, kupastikan menangkapmu dengan tepat agar tak terluka sedikitpun.

“Mungkin… bisa jadi,” sahutku sembari tertawa.

“Love yourself before you love others. Ingat kalimat ini deh!” ceramahku.

“Artinya?”

“Cintai ususmu, minum susu tiap hari—” 

Sekali lagi, kamu tertawa terbahak-bahak.

“Tapi cinta itu paket komplit ya?” katamu.

Aku menatapmu, menunggu penjelasan dari analogimu.

“Membahagiakan sekaligus menyakitkan. Hal yang tak akan pernah berhasil,” tuturmu.

Aku tersenyum kecut mendengar filosofimu.

“Kenapa?” tanyamu heran. 

Aku menggeleng cepat.

“Kenapa tersenyum seperti itu?” Kamu mengulang pertanyaan yang sama.

“Kalau cinta itu hal yang tak akan pernah berhasil. Berarti selama ini kita berjuang demi kegagalan?”

Kamu terdiam.

“Sia-sia dong?” 

Kamu masih terdiam.

“Bukan begitu sudut pandangnya,” tuturku.

“Lalu?” tanyamu sembari menautkan kedua alismu.

“Cinta itu paket komplit. Membahagiakan sekaligus menyakitkan,” tuturku.

“Bagian mana yang berbeda?” sahutmu.

“Tapi cinta itu sesuatu yang pasti akan berhasil!” tegasku.

Kamu kembali menautkan kedua alismu, mengisyaratkan tanya karena tidak mengerti maksud dari ucapanku.

“Bahagia tidak akan terasa membahagiakan jika kamu tidak mengenal apa itu sakit, sedih, kecewa. Bukan berarti orang yang ingin bahagia itu harus melewati hal yang menyakitkan tetapi orang harus mengerti betapa mengerikannya rasa sakit agar paham indahnya kebahagiaan. Bukannya begitu?”

Kamu mengangguk, menyetujui sudut pandangku.

“Sudahlah! Kenapa kita membicarakan kebahagiaan dan menyakitkan?”

“Kan kamu yang mulai,” gerutuku.

Kamu hanya meringis memamerkan mata yang menyipit.

“Sudah selesai?” tanyamu sembari merenggut gelas kosong dari tanganku.

Aku menyaksikan sebidang punggungmu dari belakang yang sedang membayar dua gelas es degan yang baru saja habis kita lahap.

“Ayo pulang!” ajakmu.

Aku membuntutimu menghampiri motor hitam yang terparkir tepat di samping trotoar.

Kamu memberiku sebuah lolipop rasa susu.

“Terima kasih sudah menjadi pendengar.” Aku menerima pemberianmu dan kamu bergegas menjalankan motormu.

“Jangan jatuh cinta nanti kamu luka!” bisikmu di tengah bising jalanan selepas maghrib.

SEKIAN


BIODATA PENULIS

Umi Khuzzaimah biasa dipanggil Ima. Dilahirkan secara normal 20 tahun silam di Bantul, Yogyakarta. Tepatnya pada tanggal 6 April 2000. Suka membaca aneka jenis puisi, khususnya hasil coret-coret Wiji Thukul dan Pak Jokpin. Cita-citanya selalu berubah sesuai dengan film yang sedang ditonton atau buku yang sedang dibaca.

Pernah ingin jadi dokter, petualang, peretas tetapi juga pernah ingin menjadi orang paling biasa. Cita-cita terbarunya adalah ingin menulis naskah film dan menciptakan filmnya sendiri. Hobi semasa kecilnya adalah menggambar, bahkan ia suka bagaimana cara gambar berbicara tanpa suara.

Belakangan ini sedang mencoba produktif dengan menulis beberapa sajak-sajak yang menusuk hati di platform wattpad, status whatsapp, dan instastory dengan nama pena Woomeya. Saat ini tinggal di kota Madiun, Jawa Timur dan sedang aktif sebagai mahasiswi semester 5 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.


Contact :

Instagram @dldbal_

Wattpad @woomeya


Jabat erat dan peluk hangat dariku,

Umi Khuzzaikmah

Posting Komentar

0 Komentar