Cerpen Remaja
Me
Too
karya Mayola Amanda
Aku melangkah di koridor dengan langkah
yang pelan. Takut Pak Budi tau bahwa aku telat masuk sekolah lagi. Ini yang
kelima kalinya aku telat datang ke sekolah. Benar-benar konyol. Bagaimana bisa
aku selalu datang telat? Dan kenapa harus selalu Pak Budi yang memergokiku
telat. Guru kiler yang ditakuti oleh semua siswa.
Aku melihat ke belakang takut Pak Budi
memantauku dari belakang. Ketika aku menoleh ke depan, langkahku terhenti dan
sontak aku berteriak. Aku terdiam mematung. Pak Budi berdiri di depanku.
Kumisnya yang melambai dan tatapan tajamnya itu membuatku tak bisa berkata
apa-apa. Aku menyeringai. Lalu melambaikan tanganku.
“Selamat pagi Pak,” ucapku sambil
tersenyum canggung.
Pak Budi terdiam dan hanya menatap tajam
ke arahku. Dia menarik napas dalam. “Nayla… Saya sedang tidak mau marah.” Pak
Budi menoleh ke belakang.
“Raka… urus!” Pak Budi kembali melihatku.
Lalu dia berjalan melewatiku dan berlalu
begitu saja. Aku melihat seorang pria berdiri di depanku. Dia bertubuh tinggi,
berwajah tampan manis dan berseragam sama denganku. Dia menatap dingin ke
arahku. Rasanya seperti disambar petir. Lebih baik aku dimarahi oleh Pak Budi
daripada harus bertemu dengan pria ini.
Dia bernama Raka. Sang ketua OSIS, dia
seangkatan denganku. Laki-laki yang terkenal sangat dingin dan jutek, tapi
dikagumi oleh banyak wanita. Dan aku salah satu dari wanita itu. Maka dari itu
aku sangat malu jika harus bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini.
Aku tersenyum kaku ke arahnya. Namun hanya
dibalas tatapan sinis oleh Raka. Raka berjalan melewatiku.
“Ikut denganku,” ucapnya sambil berlalu
begitu saja.
Aku segera mengikuti langkahnya. Raka membawaku
ke lapangan. Aku sudah tahu apa yang akan aku lakukan di sini. Pasti aku
disuruh lari lima kali keliling lapangan. Hukuman yang selalu diberikan oleh
Pak Budi.
“Lari tujuh keliling,” ucapnya.
Mataku melotot, “Tujuh kali keliling? Ya kali!
Biasanya juga lima kali keliling.”
Raka menatapku aneh.
“Udah salah ngotot, ya?” cetusnya.
Aku terdiam dan hanya menghembuskan napas
pelan. Lalu aku melepaskan tas hitam yang sedari tadi aku pakai.
“Aku bakalan nungguin kamu di sini,” ucap
Raka.
“Kenapa?” tanyaku heran.
“Nanti kamu kabur lagi!” cetusnya sambil
membalikkan tubuhnya begitu saja.
Aku menatap sinis punggungnya. Raka duduk
di kursi yang berada di pinggir lapangan.
“Untung ganteng,” lirihku.
Aku mulai melakukan pemanasan dengan
menggerakkan pergelangan kakiku beberapa kali. Aku melihat Raka yang sedari
tadi memperhatikanku dengan tatapan dinginnya. Aku mulai berlari dengan kecepatan
pelan.
Aku sudah berlari tiga kali keliling. Keringat
mulai bercucuran dan aku mulai lelah. Biasanya aku tidak pernah mudah lelah
seperti ini. Aku ini seorang atlet basket, berlari seperti ini sudah menjadi
sesuatu hal yang biasa bagiku tapi sayangnya, pagi ini aku lupa tidak sarapan.
Aku berusaha untuk terus berlari sampai
tujuh kali keliling. Namun tiba-tiba langkahku mulai pelan, pandanganku menjadi
buram. Kepalaku sangat pusing. Aku pikir aku tidak bisa terus menerus
menahannya. Akhirnya tubuhku terjatuh ke tanah. Aku pingsan tak sadarkan diri.
Raka yang melihatku pingsan langsung
berdiri dan berlari menghampiriku dengan cepat. Lalu dia berusaha mengangkat
tubuhku yang berat ini. Raka membawaku ke UKS. Dia tampak sangat panik. Entah, kenapa
dia bersikap berlebihan seperti ini?! Sangat aneh jika pria sedingin Raka
bersikap seperti ini padaku.
Raka berhasil membawaku ke UKS. Aku
diberikan pertolongan oleh perawat sekolah yang selalu stay di ruang UKS. Untungnya aku hanya kelelahan saja. Perawat
bilang sebentar lagi aku akan segera sadar. Namun tetap saja Raka masih tampak
cemas. Apa mungkin dia merasa bersalah kepadaku? Ah sudahlah, aku tidak ingin
berpikir papa pun tentang pria yang tidak mudah ditebak ini.
Setelah beberapa puluh menit, akhirnya aku
kembali sadar. Aku membuka mataku dan melihat Raka berdiri sambil memandangku.
Aku sontak terkejut.
“Raka?” lirihku.
“Syukurlah... Kamu udah sadar. Kamu udah
baikan, Nay?” tanyanya.
Aku terdiam, aku bingung kenapa dia bisa
tahu namaku, padahal, ini kali pertamanya kita berbincang seperti ini.
“I… iya… Aku baik-baik aja kok,” ucapku.
Aku menekan telapak tanganku, berusaha
untuk bangun. Raka membantuku untuk bangun dengan memegang pundakku. Aku
terdiam canggung. Aku menatap Raka.
“Makasih, Ka,” ucapku.
“Sama-sama,” jawabnya.
Suasan menjadi hening, kami terdiam, dan
rasanya sangat canggung.
“Ya sudah. Aku… Aku pergi dulu. Aku harus
masuk kelas.”
Aku segera mengangguk.
“Iya! Kamu pergi aja,” ucapku.
Raka membalikkan tubuhnya lalu melangkah
menuju ke luar ruangan. Aku terdiam dan hanya memandang punggung Raka.
Tiba-tiba langkah Raka terhenti. Dia menoleh ke arahku.
“Nayla?” ucapnya yang suaranya terdengar
tegang.
“Iya?” tanyaku.
“Kamu pulang naik apa?” tanyanya tiba-tiba
dan berhasil membuatku bingung.
“Hah?” Aku terkejut dengan pertanyaan
Raka.
“Sebagai permintaan maaf, aku boleh anterin
kamu pulang?” tanya Raka yang tampak ragu.
Aku hanya bengong, tak langsung menjawab.
Ini sungguh sesuatu yang sangat langka. Seorang Raka, pria terdingin dan
terjutek sesekolahan mengajakku pulang bareng.
“Dia mengajakku? Aku; Nayla si tukang
telat dan tak disiplin ini diajak pulang bareng seorang Raka?!” batinku.
“Nay?” Raka membuyarkan lamunanku.
“Ah, iya! Oke deh,” ucapku dengan suara
yang terdengar meninggi.
Raka tersenyum manis.
“Ya sudah, nanti aku tunggu di parkiran
ya.” Raka pergi begitu saja setelah mengatakan itu.
Aku masih terdiam, tak menyangka Raka
mengajakku pulang bareng. Aku langsung berteriak kegirangan. Akhirnya, pria
yang aku sukai selama ini mengajakku pulang. Aku akan dibonceng oleh motor
ninja merahnya, yang tidak pernah di tempati oleh wanita mana pun. Bisa
dibilang ini adalah salah satu pencapaian terbesarku. Aku harus memanfaatkan
kesempatan ini untuk lebih dekat dengan Raka. Jangan sampai aku melakukan
kesalahan.
Bel waktu pulang berbunyi. Aku segera
memasukkan buku dan pulpen ke dalam tasku. Lalu langsung berjalan dengan cepat
ke luar kelas. Aku berlari menuju tempat parkir sekolah. Langkahku terhenti
ketika aku melihat Raka yang sedang berdiri di dekat motornya.
Aku menyeringai.
“Raka!” teriakku.
Raka langsung menoleh ke arahku. Aku
langsung menghampirinya. Aku tersenyum lebar ke Raka ketika aku berhadapan
dengannya.
“Beneran kamu mau nganterin aku pulang?”
tanyaku.
“Iya,” jawabnya.
“Tapi gak ada yang marah kan?” tanyaku
lagi.
Raka tersenyum. Lalu menggelengkan kepala
pelan.
“Gak ada.”
Senyumku mengembang.
“Ya sudah. Ayo!” ucapku sambil
menyembunyikan rasa senangku ini.
Raka memakai helm-nya, lalu dia memberikan
helm berwarna putih kepadaku. Aku memakai helm itu. Raka menaiki motornya dan
menghidupakan mesinnya. Aku menaiki motor Raka. Lalu memegang baju Raka.
Semua orang yang ada di sana tampak
terkejut melihatku berboncengan dengan Raka. Tentu saja, selama dua tahun kami
bersekolah, tak ada yang pernah duduk di jok motor Raka, dan hanya aku seorang.
Motor Raka melaju melewati banyak orang
yang sedang jalan. Ada segerombolan cewek memandangku dengan sinis. Aku tau
mereka sangat iri. Cewek-cewek ini adalah penggemar garis keras Raka yang
selalu berteriak jika Raka melewati mereka. Aku melambaikan tanganku kepada
segerombolan cewek itu. Lalu melempar senyuman bahagia yang tentu saja membuat
mereka sangat kesal.
“Rumah kamu di mana, Nay?” tanya Raka.
“Di Perumahan Griya Citra, Ka.”
“Oke.”
Saat di perjalanan keadaan di jalan tampak
macet. Kami terjebak di lampu merah. Tapi tidak apa-apa, aku rela jika harus
terjebak macet dengan Raka. Ini yang diinginkan oleh semua wanita yang menyukai
Raka.
“Raka, thank’s ya udah mau nganterin pulang,”
ucapku.
“Sama-sama, Nay. Santai aja,” ucap Raka.
Tak lama kemudian lampu hijau menyala.
Motor Raka melaju. Saat di persimpangan tiba-tiba ada motor menerobos dan
hampir menabrak motor yang dikendarai oleh Raka. Raka langsung menghindari
motor itu dan membuat motor yang ditumpaki kami menabrak trotoar.
Kami terjatuh. Sedangkan motor itu melaju
begitu saja. Aku meringis kesakitan. Lututku berdarah. Benar-benar menyebalkan.
Raka segera membantuku untuk bangun.
“Kamu gak apa-apa kan?” tanya Raka yang
tampak cemas.
“Lututku berdarah,” ucapku.
“Ya sudah. Kamu duduk dulu di sini. Aku ke
apotik dulu.”
“Gak usah Ka. Aku gak apa-apa kok,”
ucapku.
“Gak, Nay. Nanti lutut kamu infeksi. Aku pergi
dulu. Kamu tunggu di sini!”
Raka pergi begitu saja meninggalkanku dan
motornya yang masih tergeletak di aspal. Aku memutuskan untuk duduk di kursi
panjang yang ada di dekat trotoar. Aku menunggu Raka yang belum juga tiba. Lalu
dari arah lain tampak Raka sedang berlari sambil membawa keresek berwarna putih
ke arahku.
“Maaf lama,” ucapnya yang terlihat lelah.
Raka duduk di sampingku. Lalu membuka
plester dan betadine. Lalu dia teteskan betadine itu ke luka yang ada di
lututku. Aku meringis kesakitan. Raka langsung meniup lukaku pelan. Aku
menatapnya. Rasanya seperti mimpi. Setelah itu Raka menempelkan plester ke luka
itu.
“Makasih ya, Ka,” ucapku.
“Sama-sama. Maaf ya, gara-gara aku gak
hati-hati jadi kamu terluka.” Raka tampak menyesal.
“Santai aja kali, Ka. Luka kaya gini gak
ada apa-apanya, lagian udah biasa kok.”
Raka tersenyum.
“Aku lupa. Kamu kan atlet basket.”
Aku terdiam.
“Kenapa bisa Raka tahu bahwa aku pemain
basket?”
“Kok kamu tahu sih, Ka?” tanyaku penasaran.
Raka terdiam.
“Kamu juga tahu namaku,” ucapku.
“Itu… itu karena… karena,” Raka menatapku
dengan dalam.
“Aku penggemar kamu dari dulu,” lanjutnya.
Aku langsung terdiam. Tak menyangka dengan
apa yang dikatakan oleh Raka.
“Raka menggemariku? Mana mungkin. Aku
belum mengatakan apa pun.”
“Nayla?” lirih Raka.
“Hah?”
“Kamu denger kan?” tanya Raka.
“I… iya! Aku denger.”
“Lalu?”
“Lalu? Lalu apa?” tanyaku yang tampak
bingung.
Raka menundukkan kepalanya.
“Maaf, aku pikir… Kamu juga suka sama aku.”
“Raka! Maksud aku gak gitu. Aku… Aku cuman
bingung aja. Aku pikir kamu gak suka sama aku,” ucapku dengan suara
terbata-bata.
Raka menyeringai.
“Mana mungkin aku gak suka sama kamu, Nay!”
Raka menatapku dalam.
“Cewek terkeren yang pernah kutemui,”
lanjutnya.
Aku tersenyum tersipu malu. Kejadian itu
berhasil membuatku dan Raka semakin dekat. Bukan hanya dekat, kami bahkan
berpacaran. Kami berpacan tanpa mengenal kata PDKT. Benar-benar lucu. Aku harap
hubungan kami bisa bertahan lama.
Akhirnya laki-laki yang aku sukai selama
dua tahun ini menyatakan perasaannya padaku. bukan aku yang duluan, tapi dia.
Tak perlu aku lakukan hal aneh untuk mendapatkan hatinya, dia sudah suka padaku
sejak dulu. berarti itu artinya, sejak lama kami memendam rasa suka satu sama
lain. Manis bukan?
SEKIAN
Biodata Penulis Cerpen
Nama : Mayola Amanda Putri
Usia : 23 tahun
Email : mayolaamandaaa@gmail.com
IG : mylaamnda
1 Komentar
izin share ya, buat referensi seorang teman
BalasHapus