IKLAN

www.jaringanpenulis.com

SEKAT KASIH SAIDAH [CERPEN MENGHARUKAN] KARYA TITIS PUTRI PAMUNGKAS

 SEKAT KASIH SAIDAH

Karya : Titis Putri Pamungkas


sumber gambar winnetnews.com


Saidah Asa Ilmiah, putri yang diharapkan membawa kebahagiaan dan pantang menyerah dalam berilmu. Murung menghiasi wajah Saidah di antara pesona jingga, semestinya bahagia terpancar. Kala senja beranjak pergi, Kota Kraksaan mulai ramai didatangi para muda-mudi. Saidah salah satunya, menyendiri di pojok alun-alun sembari memesan semangkuk soto koya hangat. Tak selahap biasanya, Saidah membiarkan sotonya mendingin, dimakan angin. Belakangan ini, Saidah kerap mengunjungi alun-alun Kota Kraksaan untuk menikmati lamunan. Datanglah salah satu teman Saidah di masa putih abu-abu, Adam membuyarkan lamunan.

“Saidah, kenapa melamun? Sotonya kok, dibiarin dingin?”

“Eh, ada Adam. Aku enggak apa-apa kok!”

“Cerita aja Sa, kita kan teman.”

“Dam, kamu ngerasa dunia itu kejam? Dunia hanya berpihak pada mereka yang beruang.” 

“Huss gak boleh gitu, dunia gak sekejam yang kamu kira Saidah. Kamu saja belum mengenali dunia, dia berpihak kepada siapa saja kok, Sa. Dunia beserta isinya kan milik Pencipta. Nah, banyak doa aja Sa. Minta apa yang kamu inginkan pada Sang Pemilik Kehidupan.”  

“Hmm... Mimpi itu mahal ya Dam? Orang sepertiku dilarang bermimpi ya Dam?”

”Setiap orang bebas bermimpi kok, tidak ada larangan dan tidak ada kasta dalam bermimpi, Sa. Ibuku pernah bilang bahwa setiap manusia yang ada di bumi diberi kebebasan untuk bermimpi, banyak jalan menggapainya. Mungkin bagi mereka yang ber-uang akan memilih jalan praktis dan saran dari Ibuku aku harus berjuang dengan jerih payah agar pencapaian impianku berkah .”

“Wah, ibumu bijak. Andai aku....”

“Andai apa Sa?”

“Andai aku tidak membiarkan soto dingin Dam, hehehe.”

“Haduh Saidah, bentar aku mau pesan soto juga biar sekalian kita makan bareng.”

“ Oke Dam.”

****

Perbincangan selepas menyantap soto, sedikit menenangkan Saidah. Adam, ya orang yang sangat ramah dan cocok untuk menjadi motivator. Adam dan Saidah berteman cukup lama, tapi Adam tidak tau tentang keluarga Saidah. Adam beruntung, mempunyai ibu yang bijak dan menjadi tempat curhat. Bagi Saidah berteman dengan Adam salah satu kebaikan dunia,  mengalirkan energi positif untuk Saidah yang nyaris padam. Saidah mengingat betul kejadian  yang memadamkan impiannya. 

Pecahan kaca, tumpah di lantai rumah Saidah. Akibat dari pertengkaran antara kakak angkat Saidah dengan bapak Saidah. Semua  terjadi akibat membicarakan impian Saidah, Rima, kakak angkat Saidah yang baik hati. Senantiasa mendukung dan meyakinkan Saidah untuk terus berjuang. Namun, rupanya semua berubah, Rima berusaha meyakinkan keingina Saidah, namun pertengkaran hebat yang terjadi.

“Bapak, tolong izinkan Saidah melanjutkan sekolah Pak! Saidah anak yang pintar, dia 

ingin menjadi guru di masa datang.”

“Heh, kamu siapa?! Berani menyuruh saya. Biarkan Saidah berhenti sekolah, toh ijazah 

SMA berlaku juga untuk melamar kerja dan satu lagi, Saidah adalah anak perempuan 

setinggi apapun sekolah, dia akan di dapur juga.”

“Tapi Pak, Saidah perempuan pintar. Dunia butuh sosok guru seperti Saidah .”

“Sudahlah kamu tidak usah ikut campur, urus saja keluargamu tidak usah urus keluargaku. Kamu juga anak angkat, masih untung udah bapak urusin kehidupanmu.”

“Pak saya memang bukan anak Bapak, Saidah anak bapak jadi Bapak wajib mendidik Saidah dan membiayai sekolah Saidah. Bapak kemana saja selama ini? Uang sekolah dan biaya kehidupan Saidah ditanggung oleh Paman. Lalu, saat Saidah ingin melanjutkan impianya, Bapak melarang.”

“Jaga mulut kamu! Paman yang merebut dan mengambil Saidah, jadi biarkan Pamanmu yang mengurusi Saidah.” Amarah bapak Saidah memuncak.

Pecahan kaca berserakan. Rima merasa kecewa dengan sikap ayahnya yang kolot.

“Mulai hari ini Rima gak mau lagi sama Bapak. Rima akan tinggal bersama Paman!”

Saidah hanya bisa menyaksikan pertengkaran itu dan menangis melihat kakak yang dia sayangi berani memberontak ayahnya demi mendukung impian Saidah. Dia sangat berharap akan keberadaan seorang ibu seperti anak-anak lain yang mempunyai ibu dan mendukung impiannya. Selama ini Saidah tidak tahu wajah ibu dan tidak tahu kasih sayang seorang ibu. Sebab, ibu Saidah pergi, selepas Saidah terlahir ke dunia. 

*****

Hari ini tak seperti biasanya, Bapak Saidah bangun pagi-pagi menyiapkan makanan untuk Saidah. Entah, apa yang terjadi?! Seumur hidup baru kali ini bapak masak untuk Saidah.

“Bapak, tumben masak?”

“Eh, Saidah. Ayo makan bareng! Bapak sudah masakan untuk Saidah. Selepas makan, Bapak akan menunjukkan sesuatu.”

“Menunjukkan apa, Pak?”

“Udah makan aja dulu.”

Selepas makan bapak membawa Saidah ke ruang tamu, dia membawa amplop lusuh sepertinya sudah belasan tahun amplop itu tersimpan. 

“Nak, ini buat kamu.”

“Ini apa, Pak?”

“Ini amplop berisi 1 surat dan 1 foto ibu kamu. Sesuai dengan wasiat Ibu kamu. Surat ini harus Bapak sampaikan saat kamu menjelang dewasa, Nak. Maaf ya Nak, Bapak tidak melarang kamu bermimpi, hanya saja Bapak tidak punya uang untuk menyekolahkan kamu. Maafkan Bapak jika selama ini Paman kamu yang memenuhi kebutuhan kehidupan kamu karena Bapak tidak mau kamu hidup susah bareng Bapak.  Oh ya, ambil ini dan jaga baik-baik ya, Nak.”

“Maafkan Saidah, Pak. Saidah janji akan menuruti kemauan Bapak. Bagaimanapun Bapak adalah Bapak Saidah. Restu Bapak adalah restu-Nya, Saidah akan menyimpan dulu impian itu Pak. Kebetulan Saidah dapat pekerjaan sesuai dengan kemauan Bapak. Saidah besok sudah mulai kerja Pak. Doakan Saidah Pak.”

“Alhamdulillah, maafkan Bapak. Sebenarnya Bapak tidak tega melihat kamu bekerja tapi bagaimanapun kamu harus bisa mencari uang. Kamu akan paham bagaimana sulitnya menghadapi dunia pekerjaan, kerasnya dunia, berharganya uang, dan satu lagi, Seberat apapun kehidupan dan sikap Bapak ke kamu, Bapak tetap akan melindungi kamu, dan senantiasa mendoakan kamu.”

Air mata Saidah tumpah dipelukan ayahnya. Kini Saidah jadi tahu alasan ayahnya melarang Saidah bermimpi. Saidah tidak lagi menganggap ayahnya melarang bermimpi, melainkan menunda mimpi. Begitulah kehidupan, kerja juga belajar, belajar bertahan hidup di atas kerasnya kehidupan.

Tepat saat matahari tenggelam, Saidah memperhatikan dan menikmati senja sembari mensyukuri lukisan-Nya. Ternyata, senja menawan sekalipun mendatangkan kegelapan. Perasaan Saidah tak tenang, dia segera ke kamar membuka amplop lusuh peninggalan ibunya. Kata demi kata dibaca dengan penuh penghayatan.


Kraksaan, 12 Mei 2000

Teruntuk anakku yang akan segera terlahir di dunia

Assalamualaikum Nak, bagaimana kabar kamu? Selamat terlahir ke dunia anakku sayang, selamat tumbuh dan berkembang menjadi manusia. Semoga menjadi anak yang berbakti dan patuh pada ibu bapak. Oh ya, maafkan ibu.  Jika saat membaca surat ini, ibu tidak berada di samping kamu. Ibu tulis surat ini saat kamu masih dalam kandungan, tepat kehamilan sembilan bulan. Kamu nakal sekali, ibu siang malam ditendang hehehe. Ibu sayang kamu, Nak. Semoga kamu juga sayang ibu. Kata dokter kamu cewek. Wah, semoga saja 99% mirip ibu dan 1% mirip bapak! Hahaha.

Pasti saat membaca surat ini, kamu sudah menjelma menjadi gadis cantik yang bertumbuh menjadi dewasa. Selamat anakku, genap sembilan belas tahun yang lalu kamu sudah menghadapi kehidupan. Semoga kehidupan sejalan dengan keinginanmu, silakan bermimpi! Selagi bermimpi itu gratis dan selagi impianmu itu hal kebaikan ibu akan bantu mengaamiinkan.

Di surat ini, ada 1 foto ibu dan tolong simpan baik-baik. Hanya ada 1 foto karena saat zaman ibu foto adalah hal langka. Jaga Bapak ya anakku sayang, sampaikan ke Bapak kalau Ibu sayang Bapak. Sampaikan terima kasih sudah menjadi pelindung Ibu. Sekali lagi, selamat terlahir ke dunia anak kesayangan ibu. Nak, Ibu sayang kamu.

Wassalamualaikum, dari ibu tersayang.


Air mata Saidah tumpah tak terkira, membaca surat dari ibu tersayang. Akhirnya, Saidah tahu seperti apa sosok ibu. Digenggam erat foto itu sembari dicium entah berapa kali. Yang jelas dari surat itu Saidah sudah mengenal, sudah tau, dan sudah menemukan jawaban atas pertanyaan selama belasan tahun silam. Sekat impian benar adanya, masih banyak cara melewati sekat tanpa harus berdiam diri. Sementara, Saidah menunda impiannya. Mengikuti restu orang tua, bekerja sebagai seorang guru di salah satu sekolah dasar. Sekalipun ijazah yang dipegang hanya lulusan SMA, bagi Saidah mencerdaskan anak bangsa, bisa siapa saja.  


“Pencipta, izinkan aku melanjutkan pendidikan di lain waktu. Agar banyak bahan ilmu yang aku ajarkan untuk mencerdaskan mereka, anak bangsa.” Pinta Saidah di kelanjutan kisah.


Malang, 08 Maret 2020


Biodata Penulis Cerpen

Nama : Titis Putri Pamungkas

Kelahiran : Probolinggo 29 September 2000

Status : Mahasiswa

Kampus : Universitas Negeri Malang

Jurusan : Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.

Domisili : Probolinggo, Jawa Timur.


Karya Terbit

Kepingan Masa dicetak oleh Intishar Publishing 2019.


More Contact :

Email : titisputri3026@gmail.com.

Instagram : @titisputrkas.


Tentang Penulis

Titis Putri Pamungkas, kelahiran Probolinggo 29 September 2000. Berstatus baru saja lulus dari SMAN 1 Kraksaan. Saat ini tinggal di Probolinggo, Jawa Timur. Nomor telepon  yang dapat dihubungi +6281252167867. Email: Titisputri3026@gmail.com. Ig @titisputrkas.






 



Posting Komentar

0 Komentar