IKLAN

www.jaringanpenulis.com

[Cerpen Teenlite] ENDORSEMENT BIKIN GALAU ditulis oleh Reza Indah P


sumber gambar : couple anime

Siang ini cuaca sangat panas, membakar kulit hingga lekat memanis. Terasa gerah bergairah. Tapi ada yang lebih gerah dibandingkan cuaca siang ini. Rendi. Satu tahun belakangan ini menghilang, tanpa kabar. Terakhir kita bertemu saat kamu datang ke rumah, melamar. Bertemu ayah. Aku pikir kamu akan berusaha memenuhi syarat yang ayah ajukan tapi sampai detik ini, batang hidung kamu belum juga muncul.

Saat itu ayah bilang, “Kamu ingin melamar anak saya?”

“Iya, Om.” Kata kamu.

“Apa yang kamu punya?” Ayah terus memburu dengan pertanyaan.

“Cinta, Om,” jawab kamu singkat.

“Pulang! Saya menolak lamaran kamu.” Ayah menunjuk ke arah pintu.

“Tapi, Om....”

“Kata saya pulang ya pulang.” Ayah semakin kesal.

“Kasih saya kesempatan, Om,” pinta kamu, berlutut.

“Fiza itu anak saya satu-satunya. Mau kamu kasih makan apa anak saya nanti? Mau kamu kasih makan batu, hah?” Suara ayah meninggi.

Rendi masih berlutut, di depan ayah.

“Saya sangat mencintai Fiza, Om. Mungkin saya tidak sempurna tapi saya yakin bisa membahagiakan Fiza. Saya mohon, Om. Apa yang harus saya lakukan untuk mendapat restu dari Om?” kata Rendi dengan tegas.

“Kamu harus punya rumah sendiri, tabungan dan mobil. Karena saya tidak ingin Fiza menderita. Saya tidak ingin Fiza hidup susah.” Rendi tercengang medengar itu tapi malah menjawab, “Siap, Om. Saya penuhi semua syarat itu.”

Hari ini, di atas jembatan layang, mengalir sungai. Aku berdiri. Melewati batas besi, duduk sendiri. Keadaan cukup sepi. Aku kembali memutar memori. Saat Sarah, temanku. Memberi kabar bahwa kamu  akan menikah dengan wanita lain. Rasanya puluhan jarum menusuk tubuh ini. Marah, benci, sedih menjadi perpaduan utuh. Sarah mengirim foto prewedding. Kamu memakai jas mengkilap, berpelukan dengan wanita berambut pirang. Tersenyum, menatap satu sama lain.

“Pantas aja selama ini aku hubungin kamu gak pernah direspon,” gerutuku.

“Kamu pengecut Ren... aku kecewa sama kamu.”  Aku mengepalkan tangan, seiring perkataanku, “Untuk apa aku hidup? Kamu juga gak bakal balik ke aku. Lebih baik aku mati.”

Air mata membasahi pipi. Aku berdiri, membentangkan tangan. Siap terjun bebas, tanpa pengaman. Mungkin kisah ini akan berakhir. Secara bersamaan, kamu bersama seorang wanita ke luar dari mobil Ferrari California, berwarna merah. Kamu berdiri tiga meter di belakangku. Itulah imajinasiku.

“Stop!” Rendi berteriak.

“Aku mohon jangan lakukan itu, Fiza.”

Aku menoleh.

“Ngapain kamu di sini? Bukannya hari ini kamu akan menikah dengan gadis itu kan?” tanyaku sembari menyeka air mata.

“Karena pesan terakhir kamu.”

Menarik napas, “Aku baca semua pesan kamu. Semua keluh kesah kamu. Aku tahu apa yang kamu rasakan, Fiza. Aku tahu....”

“Bohong! Kamu sama sekali gak tahu perasaan aku. Buktinya, selama setahun kamu menghilang. Setiap aku telpon, kamu reject. Aku chat, kamu read. Aku datang ke rumah, mama kamu bilang kamu gak ada. Padahal kamu selalu update status Whatsapp, tiap menit. Kamu foto berdua sama mama, di rumah. Apa itu kalo bukan kebohongan? Jawab Ren!” Aku menahan tangis, namun tidak bisa.

“Dengarin aku dulu, Fiz. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Ini semua aku lakukan demi kebaikan kita,” kata Rendi mencoba menyakinkan.

“Apa lagi yang harus aku dengar. Tentang dia?” tanyaku sembari menunjuk gadis di samping kamu.

“Maksud kamu, Amel? Kamu cemburu sama Amel? Iya, Fiz?” Rendi menoleh ke arah wanita itu, tersenyum tipis.

“Jelas aku cemburu. Kamu memilih dia bukan aku. Kamu jahat, Ren....”

“Fiza....” panggil Rendi.

Aku menatap ke arah lain. Masih tidak percaya semua ini. Tidak sanggup melihat Rendi bersama dia. Kalian tampak serasi.

“Fiza... coba kamu lihat ke belakang. Itu hasil keringat aku. Hasil setahun aku menghilang. Itu aku cari dengan susah payah, Fiz.”

Aku melihat mobil Ferrari California.

“Fiz... itu semua demi kamu. Sekarang aku udah punya rumah, tabungan dan mobil. Aku berhasil, Fiz.”

“Udah salah masih juga membela. Mau kamu itu apa sih? Belum puas buat aku kecewa?”

Tiba-tiba sepeda motor berhenti mendadak. Hampir menabrak pembatas jalan. Laki-laki berbaju hitam, turun. Membawa kamera sembari berkata, “Mas jadi gak nih foto endorse-nya? Saya masih ada jadwal di tempat lain.”

Pria itu melihat jam di tangannya.

“Tunggu! Tunggu, ini apa maksudnya ya? Endorse?”

Amel ikut berbicara, “Emangnya Mbak Fiza gak tahu ya? Kalau Mas Rendi ini selebgram.”

Aku semakin tidak mengerti maksud mereka sembari menggerutu, “Selebgram?”

“Iya, Mbak. Jadi sejak satu tahun belakangan ini. Mas Rendi juga cerita. Semua ini ia lakukan demi Mbak Fiza. Foto prewedding kemarin dan hari ini hanya endorsement, Mbak.”

“Terus kenapa kamu gak kasih tahu aku?” Aku kesal dengan kebohongan ini.

“Karena aku tahu kamu bakalan cemburu. Maka dari itu aku gak pernah cerita. Biar aku menjalani proses ini.” Rendi perlahan mendekat, menghampiri aku.

Mendengar itu, aku melangkah melewati pembatas. Setengah berlari, menghampiri. Berhenti sejenak. Menatap, tersenyum hangat. Kamu yang masih belum berubah. Masih sama seperti dulu.

“Fiz....”

“Ren....” Kuputuskan memeluk erat.

Di pundak yang selalu menjadi sandaran ternyaman setelah keluarga, aku berbisik, “Maaf.”

“Aku yang harus minta maaf.” Rendi melepaskan pelukan.

Kemudian mengelus pipiku, “Fiza, Sayang....”

“Iya, Ren.”

Rendi mengeluarkan kotak cincin, terbuat dari kaca. Terdapat cincin berlian. Rendi jongkok, seraya berkata, “Fiza maukah kamu menjadi tempat bagi berlian ini menetap?”

Air mata bahagia tidak bisa aku sembunyikan.

“Iya aku mau.”

Mengangguk tipis, tersenyum manis. Saking bahagianya, Rendi memeluk tubuhku dengan erat sembari membawaku berputar di udara.

SEKIAN

 

Tentang Penulis

Gadis ini bernama lengkap Reza Indah Pratiwi, biasa dipanggil Ica. Putri bungsu dari pasangan Sono Zahri dan Ritima. Ia lahir 24 Septembber, 20 tahun yang lalu. Sejak kecil ia punya hobbi membaca, menulis, bermimpi dan memperhatikam detail manusia (klasik. Takut ketinggalan zaman). Tidak heran kacamata minus bertengger manis di matanya.

Ketertarikannya dalam dunia kepenulisan sudah tumbuh sejak SMP. Dan baru terbesit menghasilkan karya ketika di SMA. Semasa sekolah ia aktif di berbagai lomba. Mulai dari menulis, pidato dan teater. Prestasinya tidak banyak. Hanya pernah menang lomba menulis drama tingkat sekolah. Juara harapan dua membaca puisi, juara tiga teater monolog tingkat kota.

Dan sekarang ia sedang menghasilkan anak baru bernama ‘Veronika Jingga’ yang akan PO akhir Mei ini. Penulis ingin terus melebarkan sayapnya di dunia kepenulisan, bahkan perfilman. Meskipun terlahir dari keluarga sederhana, di sudut perbatasan kota Bengkulu. Ia berharap bisa menjadi orang bermanfaat, dan terus menghasilkan karya-karya.

Posting Komentar

0 Komentar