IKLAN

www.jaringanpenulis.com

Yuwita Wahernika dengan judul Cerpen-nya, "INSTITUT CINTA"

INSTITUT CINTA
Karya Yuwita Mahernika

sumber gambar : animestarwal.com

Kriiinnnggg … KRinG!!!
“Astaga, aku bangun kesiangan!”
Aku segera menyibakkan selimut yang masih erat memelukku. Aku segera beranjak dari tempat tidur untuk mengambil perlengkapan mandi. 
Wuuuzzz! Aku segera menuju kamar mandi. Biasanya, aku selalu memerlukan waktu ekstra lama untuk mandi. Berhubung keadaan darurat, pagi ini cukup madi bebek saja.
“Cewek cantik itu bebas!” ujarku sendiri pada pikiranku.
Ketika aku kembali ke kamar, kudapati jam beker merah muda di atas meja berhenti berputar. Baterai jam beker kesayanganku ternyata habis.
“Sekarang jam berapa ya?”
Aku segera menengok android ku yang masih tergeletak di dekat bantal.
“Waaa, sudah jam 07.00 WIB!” teriak ku histeris.
Aku semakin panik karena OSPEK hari pertama dimulai jam 06.30 WIB. Sudah menjadi ketetapan, mahasiswa baru yang datang terlambat akan menerima hukuman. Nyaliku pun menciut.
“Ikut OSPEK atau ijin?!” Itulah kebimbanganku.
Kubuang jauh-jauh rasa takutku. Akhirnya kuputuskan untuk tetap berangkat OSPEK. Aku segera mengenakan kostum kebesaran yang telah ditentukan oleh panitia, yaitu kaos putih, celana jin, sepatu putih dan rambut dikepang dua. Supaya kecantikanku lebih sempurna, aku mengenakan topi kerucut yang bertuliskan namaku dilengkapi hiasan rumbai dari raffia.
Setelah semua kostum kukenakan, kuhampiri kaca yang berdiri tegak di dekat  tempat tidurku. Di sana tampak sekali penampilan konyolku. 
“Wow, cewek tercantik di duniaku!” ucapku dalam hati sambil senyum-senyum sendiri.
***
Seorang mahasiswa baru datang terlambat di hari pertama OSPEK. Ya, dua kata kunci itu pasti mengantarku untuk menerima penghargaan spesial. Dari jauh, aku sudah menarik perhatian para senior bak kontestan sebuah ajang kecantikan.
“Jalannya yang cepat dong, Tara!” teriak seorang senior cowok yang berdiri di barisan paling kanan.
Aku segera berlari menghampiri salah satu senior cowok yang baru saja menggetarkan jantungku.
“Ganteng sih, tapi galak!” gumamku.
Ya, itulah kelebihanku. Dalam situasi darurat, sensorku untuk mengenal cowok ganteng tetap saja kuat.
“Maa... Maaf Kak, saya terlambat!”
“Kamu ini sama sekali tidak punya rasa disiplin!”
Si ganteng yang berdiri di depanku bertambah garang. Kepanikanku yang semula sudah tertinggal di kamar kontrakan, kini muncul kembali.
“Jam beker saya mati, saya jadi bangun kesiangan.” Mendengar penjelasanku, si ganteng malah melotot. Entahlah, mungkin saja karena menakutiku atau kaget mendengar alasanku. Namun, setelah kupikir-pikir, alasanku memang agak konyol. Seorang mahasiswa baru, datang terlambat ke kampus karena jam bekernya mati. Hahaha.
“Baiklah! Kali ini aku percaya alasanmu,” ucap si ganteng mempersingkat waktu.
“Terima kasih, Kak!”
“Eits, jangan senang dulu! Hukumannya tetap ada.”
Sekarang ganti mataku yang melotot ke arah si ganteng. Aku khawatir kalau-kalau hukuman yang hendak diberikan berat.
“Hukumannya apa Kak?”
“Tolong buat puisi yang romantis! Besok kamu bacakan di depan forum. Ingat!” 
“Apa?! Saya tidak suka puisi, Kak!” bantahku.
Bukannya membatalkan hukuman, si ganteng yang belum kuketahui namanya itu malah balik kanan dan langsung pergi begitu saja.
***
Hari ini adalah hari kedua OSPEK. Berbeda dengan kemarin, sejak dini hari aku terjaga  dan tidak bisa tidur lagi. Orderan puisi romantis dari si ganteng membuat rasa kantukku hilang.
Pukul 05.00 WIB, aku segera mandi. Aku tidak mau melakukan kesalahan lagi. Setelah siap dengan kostum OSPEK, aku segera berlatih puisi di depan kaca. Aku benar-benar mematangkan ekspresi, penghayatan dan gesturku. 
Tiba-tiba Lala mengetuk pintu kamarku. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Aku dan Lala segera berangkat ke kampus.
“Puisinya gimana Ra?”
“Aku harus tampil maksimal supaya cowok galak itu tidak melotot lagi!”
“Tapi kan ganteng?!” ucap Lala menggoda.
“Eh, siapa yang mau sama cowok galak seperti dia!?”
“Nanti kalau ada yang cinlok alias cinta lokasi gimana?” Lala terus saja menggodaku.
Aku tidak menghiraukan ucapan Lala. Yang terpenting buat aku, puisi yang ada di benakku tidak boleh tercecer di jalan. Kalau sampai penampilanku tidak bagus, si ganteng pasti akan memberi hukuman yang membuat aku lebih bikin enek lagi.
Entah kenapa, sesampainya di gerbang kampus aku jadi grogi.
“Selamat pagi Tara,” sapa si ganteng yang tiba-tiba muncul.
“Oh... Eh, pagi juga, Kak.”
“Ciee grogi ya, Ra?!” goda Lala.
Seketika itu juga pipi chubby ku memerah. Jantungku pun berdetak kencang bak genderang perang yang ditabuh.
“Kamu jangan sembarangan La!”
“Aku itu tahu banget tentang kamu.” Mendengar ucapan Lala, aku hanya bisa diam. Sahabatku itu memang tidak pernah salah ketika menyimpulkan raut mukaku.
Sesampainya di kampus, si ganteng langsung memintaku membacakan puisi. Aku menarik napas panjang untuk membuang rasa grogiku.
Mengenalmu adalah karunia
Mencintaimu adalah angerah
Meski...
Engkau bukan sang surya
Namun, cintamu selalu meghangatkan hari-hariku
Meski...
Engkau bukan embun pagi
Namun, kasih sayangmu selalu menyejukkan jiwaku
Meski...
Engkau bukan pelangi
Namun, semangatmu selalu mewarnai setiap perjalanan hidupku
Si ganteng sangat kagum padaku. Matanya yang tajam bak burung elang tak berkedip sedikitpun. Dia pun terhanyut dalam nuansa romantis yang menyeruak di halaman kampus teknik mesin.
“Kak, jangan melamun dong!” Aku menyentikkan jari, tepat di dekat telinganya.
“Lho, puisinya sudah selesai ya?!”
Sontak terdengar gemuruh suara peserta OSPEK. Mereka tergelitik dengan kekonyolan yang dilakukan sang senior. Cowok penyandang predikat cool dan perfectionis itu, kini jadi kikuk.
“Eh, siapa yang melamun?!”
“Puisi kamu keren!” puji Lala sembari mendekatiku.
“Benar-benar keren,” ucap si ganteng makin gugup.
Aku semakin bingung melihat tingkah aneh seniorku. Cowok yang kukenal galak, kini jadi salah tingah di hadapanku.
“Kenapa grogi Kak?”
“Eh, Hmm, enggak kok. Oh ya, aku belum memperkenalkan diri ya?!”
Si ganteng itu pun memperkenalkan diri padaku dan Lala. Cowok yang menjabat sebagai ketua BEM itu bernama Aldo.
***
Selama OSPEK banyak tugas yang diberikan. Untuk memudahkan, dibuatlah beberapa kelompok. Masing-masing kelompok dikoordinir oleh dua orang senior.
Lagi-lagi aku dipertemukan dengan Aldo. Dialah yang mengoordinir kelompokku.
“Ra, aku bantuin tugasnya ya!” Aldo mencoba menawarkan bantuan padaku.
“Terima kasih, Kak. Sudah ada Lala kok!”
“Enggak apa-apa, Ra. Biar hasilnya makin mantap,” sahut Lala sambil tertawa diam-diam.
“Huuusssttt!” Aku menghentikan candaan Lala.
Semakin hari, Aldo semakin perhatian padaku tapi aku belum bisa menerima kehadirannya karena belum lama ini aku putus dari pacarku. Tentunya tak kalah genteng sama dia. Begitulah cowok ganteng, kebanyakan. Playboy, itu yang selalu muncul dipikiranku.
“Ra, kenapa sih, kamu tidak suka sama Aldo?”
“Paling-paling dia sama seperti cowokku dulu,” ucapku dengan mata berkaca-kaca.
Melihat aku sedih, Lala segera memelukku. Sahabat terbaikku itu mencoba untuk menenangkan aku. Sesaat kemudian, merasa tidak tega. Akhirnya, Lala menceritakan semua rahasia yang disimpannya kalau sebenarnya Aldo adalah kakak sepupunya. Aku jadi tahu kalau dia juga yang menjadi mak comblang antara Aldo dan aku. Lala, memang sahabat terbaikku itu ingin melihatku bahagia dengan cowok yang baik.
“Jadi begitu ya, La?”
“Iyalah teman!” jawab Lala santai.
“Dasar kamu!”
“Tapi kamu suka dia kan?!”
“Eh, gimana ya?!” jawabku malu-malu.
Tanpa aku menjawab iya pun, Lala pasti sudah tahu isi hatiku. Melihat cowok ganteng dan perhatian, cewek mana yang tidak suka. Sejak saat itu Aldo dan aku semakin dekat. Tepatnya sehari setelah OSPEK berakhir. Spesialnya, senior ganteng itu menyatakan cintanya padaku! SELESAI.

Biodata Penulis
Nama    : Yuwita Wahernika
Email         : you_wita@ymail.com

Posting Komentar

0 Komentar