IKLAN

www.jaringanpenulis.com

"Perih," sebuah karya cerpen dari Bella Isnawati

PERIH
Oleh Bella Isnawati


Gadis dengan berambut di kuncir ke belakang itu sedang berjalan di koridor gedung Fakultas Kedokteran seorang diri. Gadis itu sengaja melewati gedung Fakultas Kedokteran karena hanya jalan ini yang mampu membuatnya cepat sampai di gedung fakultasnya, yaitu Fakultas Pendidikan. Dalam hitungan lima menit ia harus sudah berada di kelasnya jika sedikit saja ia terlambat maka, ia akan mendapatkan nilai ujian nol. Dosen mata kuliah yang diujikan hari ini memang sangat kiler. Jika ada satu mahasiswa yang terlambat datang maka, mahasiswa tersebut tidak boleh masuk ke dalam mata kuliahnya alias diusir. 
"Duh, tiga menit lagi ini sangat gawat kalau terlambat!” gumam gadis tersebut. 
Gadis itu jalan tergesa-gesa tanpa sengaja gadis yang di kuncir ke belakang itu tak sengaja menabrak seseorang.
"Maaf. Maaf gak sengaja saya," ucapnya meminta maaf.
Gadis itu kembali berdiri mengimbangkan tubuhnya. 
"No problem it's ok," jawab orang itu. 
Gadis berambut kuncir ke belakang itu seperti mengenal suara orang itu seperti sangat familiar baginya. Ia ingin melihat orang itu namun wajahnya masih menunduk membersihkan pakaian sehingga gadis tersebut tak bisa melihat jelas orang tersebut. 
Saat orang itu mendongakkan kepalanya, lalu mereka saling kaget dan terkejut. 
"Viona."
"Farel."
Kagetlah mereka berdua, ketika saling memandang. Seolah tak percaya apa yang mereka berdua lihat ini bener-bener terjadi.
Viona nama gadis itu yang merupakan salah satu mahasiswi Fakultas Pendidikan dan orang yang ditabraknya tadi adalah Farel, sang mantan kekasih dari Viona. Lebih tepatnya, first love Viona. 
Viona langsung meninggalkan Farel tanpa sepatah kata. Bukan tanpa sebab ia langsung meninggalkan Farel tapi karena ia sudah sangat terlambat sekali.
“Semoga tuh, dosen belum datang,”  rapalnya dalam hati. 
****
"Bu, es teh satu ya," ujarnya memesan sambil menunggu minumannya datang Viona membuka laptopnya untuk melanjutkan tugas yang sempat tertunda.
Kebiasaan Viona kalau tugas belum selesai maka, ia akan pergi ke kantin mengerjakan tugasnya sambil meminum es teh yang bisa membuatnya lebih fresh sedikit. 
"Uhuk-uhuk." Batuk seseorang menyadarkan Viona. 
Gadis itu mendongakkan kepala setelah mengetahui orang itu ia kembali berkutat dengan tugasnya. 
"Dari dulu kamu emang gak pernah berubah ya? Selalu aja serius dan fokus kalau ngerjain tugas, " ucap Farel berbicara. 
"Gimana kabar kamu sekarang?" tanya Farel. 
"Seperti yang kamu lihat ini," jawabnya cuek. 
Viona tak mau terlalu manis untuk berbicara padanya walau Farel masih saja bersikap lembut sedangkan Viona saat bersamanya dengan Farel, Viona tak mau lagi hatinya jatuh kembali ke dalam pelukan Farel. Ia tak mau jatuh ke pesonanya lagi. Baginya sudah cukup luka tiga bulan yang lalu ia rasakan. Ia tak mau membuka luka itu kembali. Ia harus bisa menjalankan semuanya. Ia harus bisa menerima dan mengikhlaskan Farel untuk wanita lain. 
Walau pada hakikatnya, Viona yang ingin mengakhiri hubungan itu tapi jauh di lubuk hati yang dalam ia masih sangat mencintai mantannya itu. Mereka memang saling mencintai, mengingat waktu dua tahun berpacaran bukan waktu yang singkat baginya. 
Tiba-tiba Viona ingat dengan satu kisah cintanya dengan Farel, yaitu ketika Farel mengajaknya untuk datang ke rumahnya untuk memperkenalkan diri Viona pada keluarga Farel. Awalnya Viona merasa senang dan bahagia karena akan dikenalkan pada keluarga kekasihnya itu. Namun, jauh dari bayagannya. Kehadiran dirinya sangat tak di inginkan oleh keluarga Farel, terutama Ibu Farel yang tidak menyetujui jika anaknya mempunyai hubungan dengan dirinya dengan alasan mamanya ingin Farel menikah dengan sesama profesi yang dimiliki Farel bukan berbeda profesi gini, apalagi sebentar lagi Farel mau KOAS sehingga mamanya bersihkeras menolak Viona dan melarang Farel untuk tidak berhubungan lagi dengan Viona serta mencari calon istri yang seprofesi.
Jleb! Tak bisa dibayangkan lebih dalam lagi, bagaimana hancur hatinya Viona saat kehadiran dirinya tidak diinginkan dan mereka tak di restui sama pihak keluarga kekasihnya karena Viona bukan calon dokter melainkan calon guru. Viona nyaris tak memiliki celah untuk gak menangis batinnya. Pikirnya, peristiwa yang dialaminya dengan mama calon mertuanya itu membuat Viona merasa direndahkan harga dirinya. Maka dari itu, Viona langsung memutuskan hubungannya pada saat itu juga setelah diantarkan pulang oleh Farel. 
****
Di Taman. Viona mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia menemukan sosok yang sangat ia kenali dan sangat hapal poster tubuhnya.
"Farel," gumamnya lirih. 
"Hai," sapanya. 
"Hai juga," balasnya agak canggung. 
Farel mulai memperhatikan Viona yang sedang memakan bubur itu. Ternyata, semua yang dilihat Farel masih seperti dulu. Lucu. Farel melihat ada sisa bubur di bibir Viona langsung membersihkannya dengan menyentuh area dekat mulutnya dan mengambil sisa bubur itu kemudian di buang olehnya. 
"Lain kali kalau makan jangan disisain, Na!" peringatnya pada Viona dengan manis. 
Viona di buat tercengang oleh perlakuan manis Farel padanya. Farel selalu saja seperti itu jika ada sisa nasi yang masih menempel di mulutnya. 
"Terima kasih."
"Sama-sama. Nih buat kamu, " ucapnya sambil mengasih sebuah benda yang mirip dengan surat undangan pernikahan. 
"Ini apa?" 
"Baca ya, Na. Kebiasaan nih, makanya baca dulu sebelum tanya ke Viona," kata Farel gemas sendiri. 
"Undangan pernikahan Farel dan Feby," bacanya pelan.
Viona langsung menghentikan acara makanya dan fokus pada orang yang berada di hadapannya ini. 
"Kamu mau nikah sama Feby?" tanyanya memastikan. 
"Iya, Na. Kamu datang ya," katanya, meminta agar Viona datang ke acara pernikahannya. 
"Iya nanti aku datang kok. Semoga bahagia Rel."
"Terima kasih, Na tapi satu yang perlu kamu ingat Na. Aku masih mencintai kamu sampai saat ini," jujurnya. 
"Kamu gak boleh gitu Rel. Kamu harus belajar mencintai orang lain. Sekarang kita udah beda."
"Tapi aku gak cinta sama dia, Na. Aku sama dia dijodohkan sama orang tua kami berdua bukan karena saling cinta, Na. Kenapa sih, takdir kita seperti ini, Na? Andai aku bisa mengganti takdir pasti akan kuubah takdirku hanya untuk bersamamu." 
"Rel, percaya suatu saat nanti kamu akan bisa mencintai dia. Cintai dia seperti kamu mencintai aku dulu. Terima dia apa adanya, apalagi ini pilihan orang tua kamu pasti ini yang terbaik buat kamu,” ucap Viona menahan tangisnya. 
"Tapi Na....”
"Gak ada tapi-tapian Rel. Dunia kita udah beda. Kamu harus mencintai dia mulai sekarang. Aku pamit mau pulang. Aku pasti datang kok!" pamitnya. 
Viona berlari cepat untuk segera sampai di rumahnya. Setelah sampai di rumahnya Viona langsung memasuki kamarnya, lalu mengunci pintunya dan menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuat menahan rasa perih ini pada hatinya.
“Kenapa takdirnya harus bernasib seperti ini?” gerutunya.
Viona geram sendiri dengan sikap berbohongnya yang bilang kalau sudah tidak mencintai Farel. Jauh dilubuk hati, ternyata ia sampai sekarang masih saja mencintai laki-laki itu, masih dengan perasaan yang sama. 
Viona ingat jika bermain logika yang paling tersakiti jawabannya adalah dirinya. Yaps, dirinya yang paling tersakiti karena sebisa mungkin dirinya tidak bisa melupakan peristiwa penolakan restu mamanya. Namun, semakin dirinya ingin melupakan semua itu, semakin susah untuk move on seperti kata pepatah, ‘melupakan itu sak semudah membalikkan telapak tangan.’
Viona memandangi surat undangan itu dengan penuh luka dan perih. Ia masih belum bisa menerima semua ini. Sulit rasanya untuk melupakan semua kenangan saat dirinya bersama Farel. Terlalu banyak kenangan manis yang sayang untuk dilupakan tetapi untuk sekarang ia harus bener-bener belajar untuk melupakan semuanya itu. 
 ****
Hari ini tepat di mana Farel menikahi Feby yang acaranya diselenggarakan di sebuah hotel ternama di kota ini. Keluarga Farel memang cukup terpandang, maka tak heran jika pernikahannya sangat mewah seperti ini. 
"Aku kuat," batinnya menguatkan Viona.
Perlahan Viona menuju pelaminan untuk menyalami sepasang pengantin itu dan memberikannya selamat serta doa.
"Happy Wedding, Feby. Selamat menempuh hidup baru dengan Farel." 
"Terima kasih, Na. Udah mau datang ke sini."
Jujur, Viona masih merasakan adanya rasa sakit saat memberi ucapan selamat pada Feby dan kini tinggal giliran, Viona untuk memberikan selamat ke Farel. Sejenak Viona hanya bersalaman saja tanpa mengucapkan sepatah kata selamat. Berbeda dengan Farel yang sangat lekat mantap mata Viona begitu dalam dari matanya sangat terlihat jika Farel memang tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Namun, apa boleh buat semuanya sudah terjadi. Viona sudah tak kuat menahan tangisnya saat ini. Ia ingin segera pulang dari sini. Sesegera mungkin, ia turun dari pelaminan dan menuju pintu keluar dengan langkah tercepatnya.
Beberapa jam kemudian, tangisnya pecah. Viona merasa tak adil, berpikir bahwa seharusnya dirinya yang bersanding di samping Farel bukan Feby. Tiap sesenggukan Viona mencoba menahan rasa perihnya itu.
"Aku masih mencintaimu Farel masih sangat mencintaimu tapi takdir berkata  lain," ujarnya.
Tangisnya kembali pecah, ia tak peduli dengan orang sekitar yang memperhatikan dirinya. Viona segera memesan taksi yang berada di depannya. Lalu, ia memasuki taksi tersebut dengan cepat. 
Setibanya di rumah Viona langsung memasuki kamarnya. Menangis seorang diri menatapi kesedihannya saat ini. Menangis dan menangis, dua hal yang bisa dilakukan Viona. Kemudian Viona mengambil buku diary miliknya. Sejenak menuliskan isi hatinya saat ini. Menulis diary bagi Viona itu cara terbaik untuk menumpahkan segala perasaannya karena dengan menulis setidaknya beban di hidup Viona sedikit menghilang dan buku diary adalah teman terbaik baginya lebih dari apapun.
SEKIAN.

Biodata Penulis
Nama : Bella Isnawati
Asal Kota : Curug Wetan, Tangerang, Banten
Sekolah : IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Media Sosial
♡ Email : bellaisnawati11@gmail.com
♡ Instagram : iznawathy_23

Posting Komentar

0 Komentar